Beranda | Artikel
Dosa Besar yang Dianggap Ringan
Selasa, 14 Mei 2024

Bersama Pemateri :
Ustadz Maududi Abdullah

Dosa Besar yang Dianggap Ringan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah tematik oleh Ustadz Maududi Abdullah, Lc. Hafidzahullah pada Senin, 28 Syawal 1445 H / 07 Mei 2024 M.

Kajian Tentang Dosa Besar yang Dianggap Ringan

Namun, dimana negara-negara yang sekarang penghuninya adalah wali-wali Allah? Maksiat telah merajalela di mana-mana. Kesalahan kepada Allah, kesalahan menjalani syariat Allah, kesalahan dalam bermuamalah telah masuk ke dalam hampir seluruh jaringan kehidupan. Sampai manusia sekarang ini membawa maksiat ke kamar mandi. Kalau kamar mandi, areal yang biasanya paling steril dari aneka ragam kegiatan kecuali hanya satu-satunya kegiatan itu saja, sudah tak lagi lepas dari tempat maksiat. Ke mana kita akan mencari tempat yang lepas dari maksiat?

Kamar yang dahulunya tempat istirahat sekarang tempat maksiat. Dahulunya tempat tidur tempat rehat sekarang teater dengan aneka ragam film barat. Rumah yang dahulunya tempat bercengkerama ayah dan ibu, anak dan menantu sekarang tak lagi menjadi tempat bercengkerama, hanya tempat bertatap muka walau sesaat. Setelah itu, masing-masing sibuk dengan maksiatnya. Jangan katakan kepada saya, “Ustadz terlalu berlebihan,” saya mengatakan itu yang saya lihat dan itu yang saya katakan, dan Allah menjadi saksi bahwa itu terjadi.

Saudaraku, saudariku, kalau ini kelakuan umat Islam, apa yang bisa kita bayangkan kepada mereka yang tidak beriman kepada Allah dan rasulNya? Satu rumah hidup suami istri yang di agama mereka haram bercerai karena -menurut mereka- apa yang Tuhan satukan, hanya Tuhan yang boleh memisahkan. Akhirnya, sang istri membawa teman lelakinya dan suami membawa teman wanitanya. Sang istri memperkenalkan kepada suaminya, “Ini boyfriend,” dan si suami memperkenalkan kepada istri, “Ini girlfriend.” Dan mereka bisa hidup biasa-biasa saja. Wallahi, kehancuran moral tak terhingga kalau sudah tidak beriman kepada Allah dan rasulNya.

Kalau hanya tahu dunia dan syahwat dunia, inilah kehidupan yang lebih dahsyat daripada binatang. Dianggap hak asasi manusia, asal tidak mengganggu yang lainnya dan saling ridha, semua aman?

Saya tidak ingin berbicara tentang negara-negara penuh maksiat karena tidak beriman kepada Allah. Biarkan mereka. Saya ingin berbicara tentang negara umat Islam, Indonesia tercinta, yang kita salah seorang di antaranya dan warga negaranya, yang harus punya cinta kepadanya dan berjuang untuk kebaikannya. Sebagaimana pahlawan-pahlawan kita dahulu berjuang untuk kebaikan negaranya, bangsa dan tanah airnya, tempat lahirnya, tempat besar dan dewasanya. Dari buminya mereka makan, di buminya mereka tidur, di buminya mereka mencari nafkah. Kita harus berusaha untuk memperbaiki negara kita sendiri.

Apabila kita melihat potret kehidupan umat Islam di negeri yang kita cintai ini bernama Indonesia, ada hal yang aneh namun tak terasa aneh, karena mereka tak mencari yang aneh-aneh. Namun bagi mereka yang mencari yang aneh, maka keanehan itu terlihat nyata. Yang aneh itu apa? Kita umat Islam terbesar, tapi terkalah. Kita umat Islam terbanyak, plus tertindas. Jangan lagi katakan kepada saya, “Ustadz terlalu ekstrem dalam menilai.” Ini realita nyata, ini realitas kehidupan, real kondisi. Dibuai kita dengan dikipas-kipas. Kita umat Islam terbanyak di dunia, negara dengan umat Islam terbanyak di dunia, negara dengan umat Islam terbanyak di dunia. Jumlah kita 80% dari 300 juta yang ada. Mana dia kekuatan 80% itu? Padahal jumlahnya mayoritas. Hanya untuk menghalangi seorang pemusik dengan pola hidup yang salah, kita tak sanggup, dia tetap datang dan disambut oleh umat Islam. Wallahi, untuk sebuah majalah pornografi bisa mengalahkan keputusan MUI.

Tidak ingin saya membuka lembaran-lembaran yang membuat kita menangis. Kelemahan yang luar biasa, ketertindasan tanpa batas. Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Kemana Rabb kita? Orang yang tidak pandai dan tidak mengerti sifat dan hikmah Allah, dia akan melakukan penilaian yang salah dan keliru.

Kita Pendosa

Bicara dosa, kitalah pendosa itu. Bicara maksiat, kitalah pelaku maksiat itu. Satu lagi jebakan iblis yang sangat besar adalah ketika kita bicara maksiat, kita ingat orang lain, bukan diri kita. Kalau kita bicara ibadah, kita ingat diri kita, bukan orang lain. Boleh kalau memang itulah dirimu yang sebenarnya. Tapi pertanyaannya adalah, apakah itu dirimu yang sebenarnya?

Tak terasa iblis datang. Kalau ustadz sudah bicara maksiat dan aneka ragam maksiat, iblis bisik-bisik, “Tuh, ustadz bicara orang yang itu, orang yang itu, tetangga saya yang itu, tetangga saya yang itu.” Tapi kalau ustadz bicara tahajud, bicara puasa, bicara tentang kejujuran, “Itu kamu, itu kamu, itu kamu, itu kamu.” Kenapa tidak dibalik? Ketika ustadz bicara maksiat, “Kamu pelakunya, kamu pelakunya, kamu pelakunya, kamu pelakunya. Kapan tobat, kapan tobat, kapan tobat?” Dan ini yang benar.

Dan kalau ustadz sedang bicara ibadah, “Kamu belum sampai ke sana, kamu belum sampai ke sana, kamu belum sampai ke sana, kamu belum sampai ke sana. Mau kapan bergeraknya?” Ini yang benar.

Saudaraku, sayangi diri sendiri. Bodoh kalau kita tidak menyayangi diri kita sendiri. Pandir yang luar biasa kalau engkau menghancurkan dirimu sendiri dengan dirimu sendiri, dan itulah maksiat. Maksiat adalah tindakan dirimu menghancurkan dirimu.

Bukankah Anda hafal firman Allah Ta’ala,

… لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ…

“Kalau engkau berbuat yang baik, engkau akan merasakan buah daripada kebaikan itu. Sebaliknya, kalau engkau berbuat jahat, engkau yang akan merasakan akibat perbuatan jahatmu itu (bukan orang lain).” (QS. Al-Baqarah[2]: 286)

Maka ketika kita berbuat maksiat, artinya kita mendatangkan untuk kita bencana, plus bencana, plus bencana, plus bencana, plus bencana. Kita mendatangkan untuk diri kita derita, plus derita, plus derita, plus derita. Kemudian ketika Allah Tabaraka wa Ta’ala mewujudkan derita itu, lalu kita salahkan Allah, “Kenapa aku yang dipilih Allah, kenapa tidak orang lain?”

Saudaraku, sadari siapa dirimu dan apa perangaimu. Mari kita keluar dari jebakan iblis yang bernama “orang melakukan, saya melakukan, asal sama-sama melakukan maksiat pun tak apa-apa.” Wallahi, ini kaidah yang sudah menjadi kaidah di Indonesia tercinta sehingga ini yang dinamakan orang “lingkaran setan” yang membuat kita tidak bisa keluar.

Lihatlah, kita yang tidak lagi berat mata melihat aurat wanita. Aurat wanita yang 30 tahun lalu hanya sampai betis, sekarang pun sudah sampai paha. Tiga puluh tahun yang lalu, di Indonesia tercinta, hanya orang-orang minoritas yang berani membuka pusat yang ada di perut. Namun sekarang, sudah merajalela. Itu buah dari semakin biasa melihat. Biasa melihat di handphone, melihat di TV, berakibat kepada melihat di area nyata. Sama-sama dilihat, sudah sering dilihat, maka biasa-biasa saja. Karena kalau tidak sering dilihat di handphone, tidak sering dilihat di TV, ini akan menjadi perbuatan yang sangat naif di tengah masyarakat. Wallahi, itu yang akan terjadi. Maka mereka membiasakan pandangan matamu kepada maksiat melalui media terlebih dahulu sebelum mereka masuk dalam dunia nyata.

Kaum Muslimin, kaum Muslimat, bayangkan dirimu adalah seorang pembantu rumah tangga atau supir pribadi seorang pria. Namun, pria itu terlalu baik untuk dirimu. Disiapkan untukmu sebuah rumah kecil ukuran 30×35 dua lantai, lengkap dengan perabot yang serba lux, lengkap dengan serba makanan yang tidak pernah kosong dari lemarimu. Tidak hanya itu, disiapkan untukmu aneka ragam baju dan pakaian indah, disiapkan juga untukmu duit tanpa batas untuk belanja. Tugasmu hanya menyiram bunga lima kali dalam sehari. Kalau itu adalah dirimu dan engkau supir pribadi pria itu, gerangan apa yang kau katakan kepada pria tersebut? Tugasmu hanya menyiram bunga lima kali sehari. Nama menyiram bunga itu adalah subuh, dzuhur, ashar, magrib, dan isya.

Akankah engkau katakan terserah saya mau menyiram bunga atau tidak, yang penting rumah ini milik saya, yang penting saya punya harta? Padahal harta itu pinjaman dari dia untukmu dengan syarat engkau siram bunga lima kali sehari? Akankah dirimu adalah orang yang hanya siram satu kali saja, sisanya kau tidak kerjakan, lalu mengatakan saya sudah menjalankan tugas dengan baik dan benar? Ini belum seberapa dibanding baiknya Allah kepadamu, wahai manusia.

Masih malas-malas untuk shalat? Masih malas-malas untuk bermunajat? Masih malas untuk membaca surat yang ada di dalam Al-Qur’anul Karim, yang benar saja kelakuanmu kepada Rabbmu.

Dosa Besar yang Dianggap Ringan

Seluruh maksiat adalah besar. Tak ada maksiat yang kecil. Karena seluruh maksiat mengundang murka Allah, dan murka Allah tak ada yang kecil. Kenapa para ulama membagi dosa terbagi dua, besar dan kecil? Karena yang kecil tak sebesar yang besar, bukan karena dia kecil. Yang selama ini kita tahu, dosa terbagi dua: dosa kecil dan dosa besar. Iblis kemudian datang, “lakukan saja yang kecil, tidak apa-apa kan dia kecil?” Terbiasa Anda dengan dosa kecil berarti Anda sudah masuk ruang pos yang akan mengantarkan Anda kepada dosa besar. Dan kalau Anda melakukan dosa besar berarti Anda sudah memasukkan dirimu kepada ruang pos yang akan mengantarkan dirimu kepada kekafiran dan kemunafikan. Dari sini saja, yang kecil tidaklah kecil.

Apa yang hendak dikata di negeri yang dosa besar terbesar yang Allah murka dianggap sebuah budaya yang harus dilestarikan? Kesyirikan (permintaan kepada selain Allah) adalah budaya daerah yang harus dilestarikan? Kalau kesyirikan sudah dijunjung tinggi, apa nasib di bawahnya, di bawahnya, dan di bawahnya?

Inilah dirimu, wahai Muslim, yang sedang berada di negaramu yang dihuni oleh mayoritas Muslimin? Dan orang yang mengingkari kesyirikan itu dianggap pemecah belah, dituding teroris, ekstremis, dan semua itu aksi untuk melegalkan dan melancarkan kemaksiatan dimana-mana.

Tidakkah Anda melihat umat Islam sudah berani berbuat maksiat di dalam masjid? Kalau sudah ke sana kelakuan maksiat, dimana tempat yang kosong dari maksiat? Tidakkah seorang wanita tanpa menutup aurat masuk masjid, ini apa namanya kalau bukan dia berbuat maksiat di dalam masjid? Baru dia cari mukena, dia pasang mukenanya, lalu dia shalat. -Alhamdulillah, semoga shalatnya shalat yang diterima dan membuka pintu hidayah kepadanya- Harapan tidak pernah sirna. Namun setelah shalat itu, kembali dia membuka auratnya di rumah Allah Ta’ala. Kalau orang menabuh kepadamu genderang perang di rumahmu sendiri, itu artinya engkau sudah tidak dia pedulikan lagi. Dan ini yang paling berat, wahai Muslimin dan Muslimat. Hati kita tak lagi melihat kepada Allah di saat melakukan maksiat yang dibenci Allah. Allah sudah kerdil di hatimu sehingga maksiat itu tak berat di anggota tubuhmu. Itu yang paling berat.

Berkata Imam al-Haitami, ” Di antara dosa-dosa besar yang sangat besar adalah seorang hamba kalau berbuat maksiat merasakan kebahagiaan, lalu dia terus-menerus melakukannya. Dan dia melupakan Rabbnya, dia juga melupakan Kampung Akhiratnya, merasa aman dari makar Allah terhadap dirinya dengan perbuatan maksiatnya, dan merasa nyaman dengan kelanjutan maksiat.”

Kalau ada pengagungan hati terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, Pencipta langit dan bumi, dosa akan terjadi sekali-sekali. Yaitu ketika syahwat begitu besar dan sarana begitu mudah, hati tergiur dan tergoda. Pada saat itu terjadi maksiat. Dan orang yang terjadi maksiat kepadanya seperti itu, serta-merta segera sadar akan kelalaiannya kemudian segera minta ampun dan tobat kepada Allah.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Simak dan download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54153-dosa-besar-yang-dianggap-ringan/